Jumat, 21 Januari 2011

filsafat Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banCINTA

Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.

Demikianlah bila kebodohan telah melanda kehidupan dan kebenaran tidak lagi menjadi tolok ukur. Dalam keadaan seperti ini, setan tampil mengibarkan benderanya dan menabuh genderang penyesatan dengan mengangkat cinta sebagai landasan bagi pembolehan terhadap segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya Muhammad . Allah berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14)

Rasulullah  dalam haditsnya dari shahabat Tsauban  mengatakan: ‘Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.’ Seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?’ Rasulullah  berkata: ‘Bahkan kalian saat itu banyak akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air. Dan Allah benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian dan benar-benar Allah akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.’ Seseorang bertanya: ‘Apakah yang dimaksud dengan al-wahn wahai Rasulullah?’ Rasulullah  menjawab: ‘Cinta dunia dan takut mati.’ (HR. Abu Dawud no. 4297, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan: “Allah memberitakan dalam dua ayat ini (Ali ‘Imran: 13-14) tentang keadaan manusia kaitannya dengan masalah lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat, dan Allah menjelaskan perbedaan yang besar antara dua negeri tersebut. Allah memberitakan bahwa hal-hal tersebut (syahwat, wanita, anak-anak, dsb) dihiaskan kepada manusia sehingga membelalakkan pandangan mereka dan menancapkannya di dalam hati-hati mereka, semuanya berakhir kepada segala bentuk kelezatan jiwa. Sebagian besar condong kepada perhiasan dunia tersebut dan menjadikannya sebagai tujuan terbesar dari cita-cita, cinta dan ilmu mereka. Padahal semua itu adalah perhiasan yang sedikit dan akan hilang dalam waktu yang sangat cepat.”

Definisi Cinta

Untuk mendefinisikan cinta sangatlah sulit, karena tidak bisa dijangkau dengan kalimat dan sulit diraba dengan kata-kata. Ibnul Qayyim mengatakan: “Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.” (Madarijus Salikin, 3/9)

Hakikat Cinta

Cinta adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka ia akan menjadi ibadah. Dan sebaliknya, jika tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.

Cinta kepada Allah

Cinta yang dibangun karena Allah akan menghasilkan kebaikan yang sangat banyak dan berharga. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (3/22) berkata: ”Sebagian salaf mengatakan bahwa suatu kaum telah mengaku cinta kepada Allah lalu Allah menurunkan ayat ujian kepada mereka:

“Katakanlah: jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Mereka (sebagian salaf) berkata: “(firman Allah) ‘Niscaya Allah akan mencintai kalian’, ini adalah isyarat tentang bukti kecintaan tersebut dan buah serta faidahnya. Bukti dan tanda (cinta kepada Allah) adalah mengikuti Rasulullah , faidah dan buahnya adalah kecintaan Allah kepada kalian. Jika kalian tidak mengikuti Rasulullah  maka kecintaan Allah kepada kalian tidak akan terwujud dan akan hilang.”

Bila demikian keadaannya, maka mendasarkan cinta kepada orang lain karena-Nya tentu akan mendapatkan kemuliaan dan nilai di sisi Allah. Rasulullah  bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik :
“Tiga hal yang barangsiapa ketiganya ada pada dirinya, niscaya dia akan mendapatkan manisnya iman. Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah, dan hendaklah dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran itu sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah .
Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah . (Madarijus Salikin, 3/18, dengan ringkas)
Cinta adalah Ibadah

Sebagaimana telah lewat, cinta merupakan salah satu dari ibadah hati yang memiliki kedudukan tinggi dalam agama sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Allah berfirman:

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7)

“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54)

Adapun dalil dari hadits Rasulullah  adalah hadits Anas yang telah disebut di atas yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.”

Macam-macam cinta

Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid (hal. 114) menyatakan bahwa cinta ada empat macam:

Pertama, cinta ibadah.
Yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintai-Nya, dengan dalil ayat dan hadits di atas.

Kedua, cinta syirik.
Yaitu mencintai Allah dan juga selain-Nya. Allah berfirman:

“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Ketiga, cinta maksiat.
Yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya. Allah berfirman:

“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.” (Al-Fajr: 20)

Keempat, cinta tabiat.
Seperti cinta kepada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang dibolehkan. Namun tetap cinta ini sebatas cinta tabiat. Allah berfirman:

“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita.” (Yusuf: 8)

Jika cinta tabiat ini menyebabkan kita tersibukkan dan lalai dari ketaatan kepada Allah sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban, maka berubahlah menjadi cinta maksiat. Bila cinta tabiat ini menyebabkan kita lebih cinta kepada benda-benda tersebut sehingga sama seperti cinta kita kepada Allah atau bahkan lebih, maka cinta tabiat ini berubah menjadi cinta syirik.

Buah cinta

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah  mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.” (Majmu’ Fatawa, 1/95)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di  menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.” (Al-Qaulus Sadid, hal. 110)

Bila kita ditanya bagaimana hukumnya cinta kepada selain Allah? Maka kita tidak boleh mengatakan haram dengan spontan atau mengatakan boleh secara global, akan tetapi jawabannya perlu dirinci.

Pertama, bila dia mencintai selain Allah lebih besar atau sama dengan cintanya kepada Allah maka ini adalah cinta syirik, hukumnya jelas haram.
Kedua, bila dengan cinta kepada selain Allah menyebabkan kita terjatuh dalam maksiat maka cinta ini adalah cinta maksiat, hukumnya haram.
Ketiga, bila merupakan cinta tabiat maka yang seperti ini diperbolehkan.

Minggu, 16 Januari 2011

manajemen kelas

ASPEK PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN KELAS

Sekolah merupakan institusi yang berfungsi untuk mengelola murid, jadi diperlukan manajemen dalam mengelolanya. Manajemen kelas berfungsi sebagai upaya mendayagunakan potensi kelas berupa murid dan sarana. Hal ini disebabkan antara lain yaitu kelas mempunyai peranan dan fungsi dalam mendorong proses belajar, sehingga diperlukan manajemen dalam mengelolanya.Manajemen kelas bertujuan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok, guru harus memiliki norma / aturan dalam kelas, sehingga kemajemukan kelas diciptakan kondisi yang baik. Selain itu juga bertujuan untuk menyiadakan kelas yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dalam rangka terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa.

Namun, dalam pelaksanaannya manajemen kelas seringkali menhadapi hambatan-hambatan. Salah satu hambatan yang seringkali terjadi adalah guru kurang siap menghadapai berbagai kemungkinan yang terjadi. Salah satu kemungkinan yang terjadi adalah adanya kesenjangan antara sesama angota kelas. Hal ini juga dimaksudkan sebagai masalah pelanggaran disiplin kelas, yaitu kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.Sebagai salah satu tujuan dari manajemen kelas, yaitu menciptakan kondisi dalam kelompok. Untuk menghilangkan kemajemukan dalam kelas, adalah guru harus bijak dalam mengelola kelasnya. Sebab murid (yang masih dalam kategori remaja) dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam kehidupannya termasuk aspek sosial. Segala macam aspek yang mencakup hubungan sosial dengan kawan, orangtua, ataupun guru bisa disebut dengan aspek psikososial.Lalu bagaimana pengelolaan manajemen lingkungan psikososial yang baik untuk diterapkan oleh guru dalam mengelola muridnya ?

Penelitian tentang iklim (lingkungan psikososial) pembelajaran di kelas sudah dikerjakan oleh para peneliti sejak tiga dekade yang lalu dengan berbagai metoda evaluasi, dan penelitian di bidang ini didominasi oleh penelitian yang berkaitan dengan penilaian prestasi akademis siswa.

Pada awal tahun 1960, Bloom mengungkapkan bahwa pengukuran di lingkungan psikososial pembelajaran di kelas merupakan komponen yang menentukan arah dalam meramalkan dan selalu mencari cara terbaik untuk kesuksesan pembelajar. Sejak saat itu banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa persepsi siswa terhadap lingkungan (psikososial) pembelajaran di kelas dapat diukur dengan instrumen melalui survei, dan hasil penelitian mereka dijamin validitasnya.(1)Masa remaja yang dialami murid merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia, mau atau tidak mau pasti kita mengalaminya. Pada masa ini, berlangsung proses-proses perubahan secara biologis juga perubahan psikologis yang dipengaruhi berbagai faktor, termasuk oleh masyarakat, teman sebaya, dan juga media massa. Kita yang berada di masa remaja ini juga belajar meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan pada saat yang bersamaan kita mempelajari perubahan pola perilaku dan sikap baru orang dewasa. Selain itu, kita yang remaja ini juga dihadapkan pada tuntutan yang terkadang bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar. Kita bisa-bisa menjadi bingung karena masing-masing memberikan tuntutan yang berbeda-beda tergantung pada nilai, norma, atau standar yang digunakan. Intinya aspek psikososial bisa didefinisikan sebagai aspek yang ada hubungannya dengan kejiwaan kita dan sosial. Kejiwaan tentu saja berasal dari dalam diri kita, sedangkan aspek sosial berasal dari luar (eksternal). Kedua aspek ini sangat berpengaruh kala masa pertumbuhan kita. Syamsir Firdaus berpendapat :Kadang yang lebih berpengaruh justru bukan aspek kejiwaan, melainkan aspek eksternal. Misalnya, media massa membangun imej remaja putri yang baik adalah yang berkulit putih dan bertubuh langsing. Demi mengejar body image seperti itu, banyak yang terkecoh dan berusaha menjadi imej seperti yang dikatakan di media massa. Sudah saatnya perubahan diri terjadi bukan dari luar, melainkan dari dalam diri kita sendiri karena seharusnya aspek psikososial berlangsung secara seimbang. Dengan kondisi ini, diharapkan interaksi aspek psikologi dan sosial dapat menjadi positif, yang pada akhirnya dapat berdampak positif pada pembentukan identitas diri kita.

Dalam ilmu Psikologi Perkembangan, kegiatan pendidikan terutama sekolah, guru sangat memerlukan ilmu psikologi perkembangan atau yang lebih spesifik ilmu perkembangan. Guru dapat mengetahui kehidupan kejiwaan anak, sehingga pendidikan tentulah dapat dilaksanakan berdasarkan paham “wajar anak” yang berarti tindakan pendidikan harus disesuaikan dengan taraf perkembangan anak, baik perkembangan fisik maupun psikis. Untuk menuju proses kedewasaannya, manusia mengalami proses lama dalam perkembangannya. Perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dalam diri anak (kejiwaan) maupun faktor lingkungan sosial. Dalam makalah ini selanjutnya akan dibahas mengenai pengaruh faktor lingkungan sosial (psikososial) yang harus diketahui guru dalam me-manage kelasnya.

Lingkup Pembahasan

1. Hubungan antara lingkungan psikososial dengan perkembangan siswa.

2. Pengaruh-pengaruh lingkungan psikososial dengan pengelolaan murid di kelas

3. Upaya guru dalam mengelola / me-manage lingkungan psikososial murid.

Hubungan Lingkungan Psikososial dengan Perkembangan Murid

Hubungan antara lingkungan psikologi dan sosial dengan perkembangan murid timbul karena adanya beberapa kebutuhan perkembangan tertentu yang sangat bergantung dari kondisi-kondisi sosial. Menurut Whitherington dalam bukunya Psikologi Pendidikan menyatakan ada beberapa kebutuhan perkembangan murid yang bergantung pada kondisi sosial, yaitu :

1. Rasa Harga Diri

Kebutuhan akan harga diri meliputi keinginan akan pembenaran sosial (social approval) dan keinginan perasaan berhasil. Setiap orang, bahkan juga anak, mempunyai perasaan, bahwa setidaknya ia harus dianggap sama dengan orang lain.

2. Konformitet

Tekanan-tekanan sosial atau perangsang-perangsang rombongan pada anggota-anggota baru dari suatu lingkungan menimbulkan suatu kebutuhan untuk berbuat sebagai anggota-anggota rombongan yang lain.(4)

3. Kepercayaan Keluarga, Masyarakat, dan Tradisi

Bagi murid (anak) adalah suatu hal yang mudah untuk menerima kepercayaan-kepercayaan orangtua tanpa kritik. Kepercayaan-kepercayaan dan tradisi-tradisi ini dapat mengenai bermacam hal seperti politik, agama, dll. Perlunya guru dalam memahami berbagai kebutuhan perkembangan pada lingkungan psikosial ini adalah dalam rangka menghindari kelainan-kelainan yang biasanya timbul dalam pengelolaan manajemen kelas.

Anak-anak yang biasanya dimasukkan dalam golongan anak berkelainan karena pengaruh lingkungan, pada umumnya menunjukkan kelainan itu di lapangan. Menurut penelitian yang banyak dilakukan kebelakangan ini, yang membuat anak dari kelompok ini menunjukkan kelainan. Berdasarkan sumber itu biasanya kelompok anak-anak ini digolongkan dalam (6) :

a. anak yang ditolak (”rejected child”) oleh orangtuanya

b. anak yang dimanjakan dan disebut anak manja

c. anak yang tidak disukai oleh teman-temannya karena keadaan tubuhnya

d. anak keras kepala

e. anak nakal

Pengaruh Lingkungan Psikososial dengan Pengelolaan Kelas

Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.Tiap individu mempunyai pembawaan sendiri-sendiri yang satu sama lain berbeda. Dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, manusia selalu mengadakan reaksi. Dari reaksi ini dapat diketahui bahwa lingkungan yang sama belum tentu menghasilkan reaksi yang sama secara praktis. Adanya perbedaan lingkungan sosial dapat disebabkan perbedaan pola kepribadian, bangsa, usia, jenis kelamin, minat, pendidikan dll.

Hal-hal tersebut secara tidak langsung membawa pengaruh-pengaruh dalam lingkungan kelas (seperti kelainan dan gangguan kelas) yang secara langsung akan menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas. Beberapa pengaruh tersebut adalah :

1. Kelas adalah kumpulan dari beberapa anak didik yang memiliki background yang berbeda.
2. Anak didik yang memiliki kelainan perkembangan tidak bisa berinteraksi secara normal dalam lingungan kelas.

3. Kelainan-kelainan tersebut dapat dilihat dari segi fisik maupun psikis.

4. Pola background tiap anak yang berbeda tersebut, membuat guru harus bekerja ekstra dalam me-manage kelas tersebut.

Pengaruh-pengaruh tersebut menjadi salah satubatu sandungan guru dalam menjalankan menajemen kelas. Namun, perlu dipahami bahwa guru dalam menghadapi hal ini harus bersikap arif dan bijaksana. Karena pengaruh limgkungan psikososial murid telah menjadi bagian dari hidupnya. Sehingga, untuk mengelola kelas yang majemuk guru harus mempunyai trik-trik tersendiri. Dalam menjalankannya, guru harus benar-benar memahami tentang konsep lingkungan psikososial murid dan ilmu psikologi perkembangan untuk diterapkan dalam manajemen kelas.

Upaya Guru dalam Manajemen Lingkungan Psikososial Murid

Manajemen kelas berfungsi sebagai upaya mendayagunakan potensi kelas berupa murid dan sarana. Dalam upaya mendayagunakan murid yang memiliki latar belakang lingkungan psikososial berbeda, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh guru :

1. Memahami konsep tentang pembawaan

Kemampuan atau bakat sebenarnya merupakan kemampuan potential, yakni mampu berkembang jika mendapatkan dorongan (motivasi) dan kesempatan yang baik. Guru bisa dikatakan berhasil dalam me-manage kelas, apabila guru telah memahami tentang pembawaan murid.

2. Guru perlu mengenal latar belakang dan kehidupan murid

Hal ini tampaknya agak sulit dilakukan oleh guru, mengingat rumitnya pelaksanaan tugasnya. Namun, guru yang baik adalah guru yang bisa mengenal murid dari latar belakang keluarga, interaksi di sekolah, kehidupan masyarakat sekitarnya, pergaulan di luar sekolah, dsb. Hal ini bisa dilaksanakan dengan baik apabila, antara pihak sekolah terjalin hubungan dengan keluarga, masyarakat, dan ditunjang oleh program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Sehingga, apabila guru telah mengetahui background murid secara seksama maka proses manajemen kelas dapat berjalan optimal.

3. Memahami interaksi murid – murid dan murid – guru

Bila anak didorong / diarahkan untuk berbuat, merasakan, berfikir sesuai dengan kehendak guru, maka guru mengedakan inreaksi yang dominatif. Namun, sebaiknya guru memberikan fasilitas kepada murid untuk merasakan dan berfikir sesuai kemampuannya dalam usaha berinteraksi dengan sesama dan dengan guru. Interaksi ini disebut interaksi sosial integratif. Apabila proses ini dijalankan dengan maksimal, maka pola pengembangan murid akan tampak dan guru dapat memehami muridnya sehingga bisa melakukan kegiatan manajemen kelas.

4. Guru perlu mendalami ilmu manajemen kelas

Dalam hal ini, guru yang ingin menjalankan manajemen kelas, harus benar-benar mengetahui konsep penerapan manajemen kelas itu sendiri. Supaya nantinya tidak terjadi kerancuan, kesalahpahaman, dan kegagalan dalam menjalankannya.

5. Guru perlu memahami ilmu psikologi perkembanagn dan sosial

Selain itu, guru harus pula memahami ilmu psikologi perkembangan dan sosial agar manajemen kelas dapat berjalan efektif datinjau dari lingkungan psikososialnya.

6. Guru perlu memahami diri sendiri

Ini merupakan hal yang selalu dilupakan oleh guru. Seorang guru hendaknya memiliki kepribadian yang baik, pengetahuan yang luas, liku-liku perkembangan manusia (sehingga guru terlebih dahulu memahami dirinya sebelum mencoba memahami anak muridnya).
Manajemen kelas berfungsi sebagai upaya mendayagunakan potensi kelas berupa murid dan sarana. Dalam perjalanan prosesnya ditemukan bahwa kelas terdiri dari anak murid yang berbeda-beda. Manajemen kelas bertujuan untuk menciptakan kondisi dalam kelompok, guru harus memiliki norma / aturan dalam kelas, sehingga kemajemukan kelas diciptakan kondisi yang baik.

Murid (yang masih dalam kategori remaja) dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam kehidupannya termasuk aspek sosial. Segala macam aspek yang mencakup hubungan sosial dengan kawan, orangtua, ataupun guru bisa disebut dengan aspek psikososial. Hubungan antara lingkungan psikologi dan sosial dengan perkembangan murid timbul karena adanya beberapa kebutuhan perkembangan tertentu yang sangat bergantung dari kondisi-kondisi sosial.

Tiap individu mempunyai pembawaan sendiri-sendiri yang satu sama lain berbeda. Dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, manusia selalu mengadakan reaksi. Hal-hal tersebut secara tidak langsung membawa pengaruh-pengaruh dalam lingkungan kelas (seperti kelainan dan gangguan kelas) yang secara langsung akan menjadi penghambat dalam pengelolaan kelas.

Usaha-usaha guru untuk me-manage kelas berdasarkan pendekatan psikososial yaitu antara lain :

1. Memahami konsep tentang pembawaan

2. Guru perlu mengenal latar belakang dan kehidupan murid

3. Memahami interaksi murid – murid dan murid – guru

4. Guru perlu mendalami ilmu manajemen kelas

5. Guru perlu memahami ilmu psikologi perkembanagn dan sosial

6. Guru perlu memahami diri sendiri

http://www.hardja-sapoetra.co.cc/2010/03/manajemen-lingkungan-psikososial.html

GURU DAN DISIPLIN DALAM KELAS

Secara umum, disiplin dapat diartikan sebagai ketaatan pada aturan yang ditetapkan.

Disiplin kelas dapat diartikan sebagai;tingkat ketaatan siswa terhadap aturan kelas, dan teknik yang digunakan guru untuk membangun atau memelihara keteraturan dalam kelas. Disiplin kelas perlu diajarkan atau ditanamkan pada siswa karena alasan berikut:

agar siswa mampu mendisiplinkan diri sendiri.

disiplin merupakan pusat berputarnya kehidupan sekolah.

disiplin yang tinggi akan menuju kepada terciptanya iklim belajar yang kondusif.

tingkat ketaatan yang rendah akan menjurus kepada tidak terjadinya belajar yang diharapkan.

jumlah siswa dalam satu kelas umumnya banyak.

kebiasaan berdisiplin di sekolah diharapkan menghasilkan kebiasaanberdisiplin di masyarakat.

Tingkat ketaatan siswa atau disiplin siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang cukup kompleks dan saling berkaitan, yang dapat dibedakan atas

Download di http://www.ubtarakan.co.cc atau di http://massofa.wordpress.com

Disiplin bisa menjadi suatu masalah bagi guru-guru sekolah minggu ataupun guru-guru di sekolah umum. Guru-guru sering bertanya pada diri mereka sendiri: "Harus setaat apakah murid-murid saya? Apa saja yang seharusnya saya izinkan?" Kadang-kadang suasana saat bersama dengan murid-murid bisa menjadi tidak terkendali dan hampir tidak bisa ditoleransi lagi. Kelas yang tidak disiplin menurunkan semangat anak dan guru. Berikut ini lima kunci yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas dalam kelas.

KUNCI PERTAMA: SIKAP GURU TERHADAP MURID

Bersikaplah sewajarnya. Tunjukkan sikap hormat kepada anak. Terimalah mereka dan kasihilah mereka apa adanya, seperti Tuhan mengasihi dan menerima Anda. Bangunlah sikap yang positif terhadap murid dan cobalah untuk membuat komitmen yang positif terhadap perilaku mereka. Kendalikan selalu temperamen dan nada suara Anda; jangan biarkan kemarahan muncul pada saat suasana panas -- meskipun suasana menjadi semakin panas! Doakan diri Anda sendiri dan anak-anak Anda. Jika Anda terlalu sibuk untuk mendoakan pelayanan pengajaran Alkitab atau pelajaran yang akan Anda sampaikan, maka Anda memang terlalu sibuk untuk memikirkan anak-anak yang ada dalam kelas Anda. Seharusnya, semuanya berjalan seimbang dan Anda harus belajar untuk memfokuskan diri terhadap semua hal dalam proses belajar mengajar.

KUNCI KEDUA: TANGGUNG JAWAB GURU TERHADAP MURID

Persiapkan terlebih dahulu -- dan persiapkan secukupnya. Persiapan akan memberi Anda kepercayaan diri dan membangun kepercayaan murid kepada Anda sebagai pemimpin mereka. Lingkungan yang hangat dan saling memedulikan sangat membantu anak-anak untuk mengetahui bahwa mereka dikasihi dan diterima. Pahamilah bagaimana Allah telah membentuk murid-murid Anda -- secara fisik, mental, sosial, emosional, dan spiritual -- dan melengkapi sekeliling Anda dalam memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa guru harus menambah sebagian besar waktu dan kesabaran mereka untuk berjuang agar murid-muridnya tetap duduk di kursi mereka yang tidak dibuat untuk membuat mereka betah. Ketahuilah situasi rumah atau keluarga murid-murid Anda. Dengan mengetahui situasi rumah akan membantu Anda memahami latar belakang mereka dan mungkin perilaku negatif mereka. Kenalilah semua nama murid-murid Anda -- bukan hanya murid-murid yang bermasalah saja.

KUNCI KETIGA: BUATLAH JADWAL SESUAI DENGAN USIA MEREKA

Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa. Dia adalah seorang anak dengan kebutuhan tertentu. Jadi, berikan waktu untuk anak-anak berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya agar mereka tidak merasa tertekan. Berikan pilihan-pilihan kepada mereka dan berikan dorongan terhadap minat mereka. Doronglah mereka yang tidak mau bergabung dengan teman-teman mereka. Lakukan kegiatan-kegiatan yang memadukan otot-otot besar dan kecil. Jenis dan jarak kegiatan yang bervariasi membantu untuk menghindari kebosanan dan kelelahan. Segera libatkan murid ke dalam kegiatan ketika mereka datang. Hal ini sangat penting untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul.

KUNCI KEEMPAT: PERILAKU GURU

Jadilah contoh terhadap semua yang Anda katakan dan lakukan. Arahkan murid dengan pernyataan, bukan dengan pertanyaan. Seorang anak mungkin akan menjawab, "Tidak!", ketika Anda bertanya, "Apakah kamu tidak bisa duduk?" Cara yang lebih baik untuk mengarahkannya adalah, "Kamu bisa duduk di sini atau di sana." Gunakan dengan baik komunikasi nonverbal -- kontak mata, senyuman, sentuhan di bahu, dan tatapan tajam. Sediakan waktu untuk mendengarkan murid-murid Anda. Bagi beberapa anak, perhatian yang negatif adalah lebih baik daripada tidak ada perhatian sama sekali, dan mereka akan melakukan apa yang harus mereka lakukan untuk mendapatkannya. Doronglah murid-murid Anda melalui pujian terhadap suatu perilaku positif mereka. Sadarilah bahwa kelas Anda mungkin tumbuh melebihi rasio guru-murid dan ukuran kelas yang direkomendasikan.

Ketika masalah disiplin muncul, segera ambil tindakan untuk mengatasinya. Ini sebetulnya adalah kunci disiplin kelima.

KUNCI KELIMA: RENCANA UNTUK MENGATASI MASALAH-MASALAH DISIPLIN

1. Hadapilah anak itu secara pribadi. Mengejek seorang anak di depan teman-teman sekelasnya bisa membuat mereka bersekongkol untuk melawan Anda.

2. Mintalah kepada anak itu untuk menjelaskan tindakannya.

Kadang-kadang, guru hanya menyaksikan efeknya saja dan bukan sumber dari perilakunya yang salah. Seorang anak mungkin tidak dapat mengungkapkan dengan jelas mengapa mereka berbuat demikian, tetapi mereka dapat menjelaskan apa yang mereka lakukan. Jika dua anak terlibat, pastikan untuk mendapatkan cerita dari keduanya.

3. Berikan batasan. Terapkan peraturan-peraturan dalam kelas. Jelaskan mengapa perilaku-perilaku tertentu tidak bisa diterima. Kadang-kadang, masalah disiplin muncul hanya karena anak-anak tidak mengetahui batasan-batasannya. Bersikaplah konsisten!

4. Arahkan kembali anak ke perilaku yang positif. Ketika seorang anak telah diarahkan, biarkan anak tersebut bergabung kembali dalam kelas. Buatlah catatan jika perilaku yang sama diulangi lagi. Pola perilaku yang tidak taat lebih baik didiskusikan dengan orang tua.

5. Biarkan anak mengalami akibat dari perilaku negatifnya. Bisa dengan cara menyuruh anak untuk membersihkan ruangan yang berantakan karena permainan yang gaduh. Bisa juga dengan menyuruh anak untuk minta maaf kepada pihak yang telah diperlakukan dengan salah dalam suatu pertengkaran. Hukuman harus sesuai dengan kesalahan. Biasanya, penundaan koreksi atau pemberian hukuman yang tidak sesuai membuat anak tidak menghubungkannya dengan perilakunya yang salah. Jangan mengancam anak melebihi penghukuman yang dapat Anda berikan.

Kadang-kadang, seorang anak berperilaku sangat menentang atau kasar yang melebihi perilaku salah anak pada umumnya dan kemampuan kebanyakan guru untuk mengatasinya. Sering kali jawabannya adalah dengan mempekerjakan seorang penolong atau pembimbing yang dapat bekerja dengan sang anak secara pribadi. Seorang guru yang menyediakan waktu untuk meneliti masalah tersebut mungkin mendapati bahwa anak tersebut memiliki sejarah penyimpangan atau gangguan emosional atau suatu kecenderungan untuk lupa mengonsumsi dosis obat pengubah perilaku yang disarankan. Guru mana pun yang dihadapkan pada perilaku menentang yang tidak biasa perlu mendapat bantuan dari ahli pendidikan Kristen atau seorang pendeta. Masalah itu mungkin memerlukan konseling pastoral, penyerahan ke suatu pusat konseling Kristen, atau campur tangan dari badan sosial.

Dalam segala waktu, ingatlah campur tangan Tuhan dengan Musa, Daud, dan Petrus. Musa mengeluh dan protes. Daud jatuh ke dalam pelanggaran yang besar. Petrus menyangkal Kristus. Walaupun demikian, Tuhan menggunakan mereka semua. Setiap kurikulum sekolah minggu menggambarkan ketiga orang ini sebagai pahlawan iman -- tetapi sedikit guru yang akan menginginkan mereka di dalam kelas mereka.

http://www.sabda.org/lead/lima_kunci_masalah_disiplin_dalam_kelas